Big Data: Masyarakat Amerika Butuh Empati Pemimpinnya

Unjuk rasa dan protes keras atas pembunuhan George Floyd oleh seorang polisi kulit putih menyebar dari Minneapolis ke seluruh Amerika Serikat (AS). Tak hanya aksi protes di jalanan sejumlah kota-kota di Amerika Serikat, kematian Floyd menuai kecamanan luas di media sosial.

Pantauan Evello sampai dengan Sabtu 30 Mei 2020, percakapan dengan kata kunci George Floyd di media sosial twitter tembus lebih dari 11 juta kicauan. Tak hanya itu, sejumlah tagar menyebar menjadi trending topic dunia. Salah satu tagar terbanyak dipakai adalah #BlackLivesMatters.

Dari penelusuran Evello, tagar tersebut selama 3 hari berturut-turut menjadi bagian dari trending topic dunia. Dalam berbagai aksi demo, massa juga banyak membawa poster bertuliskan tagar #BlackLivesMatters.

Seperti diketahui, Black Lives Matter adalah sebuah gerakan aktivis internasional, yang dimulai dari komunitas Afrika Amerika dan aktif menentang kekerasan maupun rasisme sistemik terhadap orang kulit hitam.

Jumlah Percakapan George Floyd di Media Sosial Twitter periode 25-30 Mei 2020
Jumlah Percakapan George Floyd di Media Sosial Twitter periode 25-30 Mei 2020*

Netizen Indonesia juga tak kalah ramai. Percakapan tentang George Floyd bahkan menyumbang 0,6% percakapan netizen dunia atau setara dengan 72.653 kicauan.

Tak kalah ramai, pemberitaan kematian George Floyd terbilang tinggi. Floyd diberitakan media Indonesia sebanyak 2.337 artikel berita. Pantauan pada periode 25 Mei – 3 Juni 2020 menunjukkan bahwa kematian Floyd lebih banyak diberitakan dibandingkan isu PHK, BPJS, Jiwasraya dan Omnibus Law.

Sementara itu, pantauan di media sosial memperlihatkan protes dilancarkan warga Amerika tidak hanya pada kematian Floyd, tetapi kepada cara polisi menangani demonstran. Tagar #PoliceBrutallity digunakan oleh pengguna Instagram untuk memprotes tindakan brutal aparat.

Kasus penabrakan terhadap demonstran yang dilakukan oleh dua mobil milik polisi di Brooklyn, New York, pada Sabtu 30 Mei 2020 makin menguatkan kemarahan publik Amerika.

Pun demikian, sejumlah aksi yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan militer Amerika dengan memberikan empatinya terhadap kematian Floyd menuai dukungan publik. Tak jarang aparat kepolisian ikut berada ditengah aksi kerumunan massa dan memberikan dukungannya untuk menghentikan sikap rasis terhadap warga kulit hitam.

Sikap aparat Amerika, baik polisi dan militer berlutut ditengah aksi massa menuai pujian luas dari kalangan netizen.

https://www.instagram.com/p/CA9oKA-FASJ/

Menyusul maraknya aksi dukungan polisi terhadap massa demonstran, media Forbes.com melalui jurnalisnya Lisette Voytko mengangkat aksi empati aparat kepolisian di sejumlah kota Amerika Serikat. Melalui artikel berjudul “In Some Cities, Police Officers Joined Protesters Marching Against Brutality“, Forbes mengangkat berita sejumlah aparat kepolisian justru terlihat berdiri bersama demonstran mendukung penghentian kekerasan dan tindakan brutal aparat.

Forbes juga mengangkat hasil unggahan warganet melalui media sosial twitter tentang aksi aparat kepolisian mendukung demonstran. Bahkan Forbes juga menyematkan tautan kicauan warga twitter berisikan polisi mengangkat poster bertuliskan end police brutallity.

Sementara itu, hasil penelitian Evello menunjukkan jika artikel milik Forbes.com adalah artikel dengan nilai engagement terbesar di Facebook berkaitan dengan kematian Floyd. Total nilai engagement (dibagikan, dikomentari dan reaksi) berita tersebut mencapai 9.823.881.

Berita milik Forbes juga menjadi berita terbanyak dibagikan di Facebook sepanjang pantauan Evello sejak berita diterbitkan hingga Rabu 3 Juni 2020. Artikel berita ini dibagikan di jejaring Facebook sebanyak 1.206.280 sebaran. Jumlah komentar mencapai 577.046 percakapan dan panen emoji netizen sebanyak 8.040.532 reaksi.

Nilai Engagement Berita Forbes Berjudul "In Some Cities, Police Officers Joined Protesters Marching Against Brutality" Periode 31 Mei - 3 Juni 2020
Nilai Engagement Berita Forbes Berjudul “In Some Cities, Police Officers Joined Protesters Marching Against Brutality” Periode 31 Mei – 3 Juni 2020

Mengapa sebaran berita ini begitu besar? dari analisa terhadap ramainya komentar netizen, masyarakat Amerika sendiri lelah dalam situasi bersitegang karena perbedaan ras dan diskriminasi. Tidak sedikit warga Amerika yang menginginkan diskriminasi terhadap ras dihentikan. Seperti disuarakan oleh netizen asal Chicago, Rayon Survivor No one should be defined by the color of their skin or their economical background. Instead, each individual should be determined by the content of their own character!.”

Apalagi hubungan antar ras di Amerika dianggap sebagian besar warganya menurut survei PEW research center memburuk akibat politik Donald Trump. 56% publik di Amerika meyakini bahwa hubungan antar ras di Amerika memburuk karena Trump. Bahkan dalam penelitian yang sama, 20% simpatisan partai republik meyakini Trump turut andil membuat hubungan antar ras memburuk.

SHARE

Trending Now