Mengapa Banyak Anak Muda Stres Saat Pulang Kampung Berlebaran?

 

Hari Baik, Tanggal Baik dan Suggestibility Dalam Kognisi Kolektif Masyarakat Indonesia

Di rumah orang tuanya di kampung, Raka duduk di ruang tamu bersama keluarga besarnya. Ia baru saja pulang dari kota setelah menyelesaikan S2 dan berencana menikah sebelum kembali bekerja. Namun, rencana sederhana itu ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. “Jadi, kapan akadnya?” tanya Raka, mencoba memastikan jadwal.

Paklik Harto, saudara sepuh di keluarga, menghela napas panjang. “Nak, kalau mau menikah, nggak bisa sembarangan pilih tanggal. Harus cari hari baik dulu.” “Tapi, Lik, saya cuma punya waktu seminggu di sini. Kalau bisa, ya, akadnya sebelum saya balik,” jawab Raka dengan hati-hati.

Bu Marni, bibinya, langsung menyahut, “Nggak bisa begitu, Nak! Orang dulu sudah ngajari, kalau nikah di hari yang salah, bisa banyak rintangannya. Masa kamu yang sudah sekolah tinggi nggak percaya adat?” Raka mengusap wajahnya. “Saya bukan nggak percaya, Bu. Tapi kalau terlalu lama, nanti saya nggak bisa balik ke kantor tepat waktu.”

Paklik Harto mengangguk pelan. “Begini saja, besok kita undang Pak Mantri buat cari tanggal yang cocok. Percaya saja, ini demi kebaikanmu juga.” Raka ingin berdebat, tapi melihat wajah-wajah di sekitarnya, ia tahu percuma. Semua orang sudah sepakat. Jika ia bersikeras, ia hanya akan dianggap melawan adat dan membuat keluarga malu.

Beberapa hari kemudian, Pak Mantri akhirnya memberikan tanggal terbaik—dua minggu dari sekarang. Itu artinya, Raka harus mengubah rencana, meminta tambahan cuti yang belum tentu disetujui, atau kembali lagi ke kampung hanya untuk akad.

Di malam harinya, ia menghela napas panjang di teras rumah. Tunangannya, Sinta, duduk di sebelahnya. “Jadi kita harus nurut?” tanya Sinta pelan. Raka tersenyum lelah. “Sepertinya begitu. Kalau nggak, bisa jadi cerita turun-temurun kalau aku nikah di hari yang salah.”

Dalam situasi ini, suggestibility bekerja dalam kognisi kolektif masyarakat Indonesia. Raka awalnya memiliki rencana sendiri, tetapi tekanan sosial dan kepercayaan tradisional yang sudah lama tertanam membuatnya tidak punya pilihan selain mengikuti aturan yang diyakini lingkungannya. Dalam budaya kolektif, keputusan individu sering kali harus menyesuaikan dengan norma dan kepercayaan bersama, bahkan jika itu berarti mengorbankan kepentingan pribadi.

Suggestibility dalam kognisi kolektif masyarakat Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk pola pikir, opini, dan perilaku sosial. Banyak fenomena di Indonesia yang menunjukkan bagaimana suggestibility memengaruhi cara masyarakat menerima informasi dan mengambil keputusan secara kolektif.

OLEH: DUDY RUDIYANTO

SHARE

HEADLINES