Apa itu?
Yuk simak
Di sebuah pertemuan keluarga besar di Kampung, Pak Bambang duduk bersama saudara-saudaranya, menikmati hidangan khas lebaran. Seperti biasa, percakapan beralih ke topik yang sudah menjadi tradisi setiap kali mereka berkumpul, yaitu membandingkan generasi mereka dengan generasi sekarang.
“Anak-anak zaman sekarang itu beda ya. Kita dulu lebih mandiri, lebih gigih, nggak gampang menyerah,” ujar Pak Bambang sambil mengaduk teh manisnya.
Saudaranya, Bu Siti, mengangguk setuju. “Betul! Dulu kita sekolah susah payah, gak ada internet, gak ada Google. Sekarang semuanya instan, tapi malah jadi manja.”
Keponakan mereka, Rina, yang mendengarkan dari seberang meja, hanya tersenyum kecil. Ia ingin menjelaskan bahwa generasinya juga menghadapi tantangan tersendiri, seperti tekanan sosial dan persaingan kerja yang semakin ketat, tetapi ia tahu bahwa percakapan ini tidak akan mudah diubah.
Fenomena ini mencerminkan Lake Wobegone Effect dalam kognisi kolektif masyarakat Indonesia, di mana orang-orang cenderung melihat kelompok mereka sendiri lebih unggul dibandingkan kelompok lain. Dalam hal ini, generasi lebih tua merasa bahwa mereka lebih kuat, lebih disiplin, dan lebih baik dibandingkan generasi setelahnya, tanpa mempertimbangkan tantangan yang berbeda di setiap zaman.
Bias ini tidak hanya terjadi dalam perbandingan generasi, tetapi juga dalam konteks regional dan sosial. Misalnya, orang-orang dari daerah tertentu mungkin merasa bahwa budaya mereka lebih sopan dibandingkan daerah lain, atau lulusan universitas tertentu merasa lebih kompeten dibandingkan lulusan universitas lain. Dalam kehidupan sehari-hari, keyakinan ini sering kali memperkuat kebanggaan kelompok, tetapi juga bisa menghalangi pemahaman yang lebih objektif terhadap realitas yang ada.
Oleh: Dudy Rudianto