System Justification Dalam Kognisi Kolektif Masyarakat Indonesia.
Sebuah Cognitive Bias dimana Mayoritas Menerima sebuah Keadaan Walaupun Keadaan itu Merugikan.
Di sebuah terminal bus yang ramai, pengumuman dari pengeras suara terdengar jelas, “Dilarang merokok di area ini. Mohon patuhi aturan demi kenyamanan bersama.”
Tulisan besar bertuliskan “AREA BEBAS ROKOK” juga terpampang di beberapa sudut. Namun, tak jauh dari situ, seorang pria paruh baya dengan santai menyalakan rokoknya. Ia menghisap dalam-dalam, menghembuskan asap ke udara tanpa rasa bersalah.
Beberapa penumpang yang duduk di bangku panjang melirik ke arahnya. Seorang ibu muda menutup hidungnya, menarik anak kecil yang duduk di sebelahnya menjauh. Seorang pria lain, yang tadi asyik membaca koran, menghela napas pelan, lalu melipat surat kabarnya, seakan menerima bahwa suasana sudah tidak lagi nyaman.
Seorang pemuda, Dika, memandang pria itu dengan ragu. Ia ingin menegur, tapi matanya melirik sekeliling. Tidak ada satu pun yang berbicara. Para petugas terminal tampak sibuk dengan urusan lain. Ia menelan ludah, merasa bahwa mungkin lebih baik diam saja, seperti yang lain.
Pria perokok itu menyadari beberapa tatapan yang mengarah padanya, tapi ia hanya tersenyum kecil, mengangkat bahu, lalu menghisap rokoknya lagi. Tidak ada yang benar-benar menegur, tidak ada yang memaksanya untuk mematikan rokoknya. Ia tahu aturan ada, tapi ia juga tahu bahwa aturan itu lemah ketika mayoritas orang memilih diam.
Dalam situasi ini, system justification bekerja dalam dua sisi. Yang merokok membenarkan tindakannya dengan berpikir, “Ah, dari dulu juga begini, lagian nggak ada yang benar-benar menegur.” Sementara yang tidak merokok, meski merasa terganggu, memilih diam dengan alasan, “Ya sudahlah, dari dulu juga orang pasti ada yang melanggar. Lagian, kalau ditegur nanti malah ribut.”
Di tengah masyarakat, aturan sering kali ada, tetapi jika mayoritas orang lebih memilih menghindari konfrontasi, maka aturan itu hanya menjadi simbol tanpa kekuatan nyata. Tanpa perlawanan atau teguran, perilaku yang melanggar akan terus berulang, bukan karena tidak ada hukum, tetapi karena tidak ada cukup dorongan sosial untuk menegakkannya.
Mengapa situasi ini terjadi? Hal ini kerap disebut sebagai System Justification dalam terminologi Cognitive Bias, yaitu kecenderungan psikologis individu atau kelompok untuk mempertahankan, membenarkan, dan mendukung sistem sosial, politik, atau ekonomi yang ada, meskipun sistem tersebut mungkin tidak adil atau merugikan mereka. Bias ini muncul karena manusia cenderung mencari stabilitas, ketertiban, dan rasa aman dalam struktur sosial yang telah ada.
oleh: DUDY RUDIANTO