Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat (PPKM Darurat) Jawa-Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021. Kebijakan itu ditempuh setelah lonjakan kasus positif covid-19 harian akibat sebaran virus Delta, varian baru covid-19 yang 6x lebih menular.
Masyarakat Indonesia melalui media sosial menanggapi kebijakan tersebut dengan cara yang beragam. Salah satu yang menjadi fokus perhatian masyarakat saat rencana PPKM Darurat hendak diluncurkan adalah penggunaan istilah-istilah yang dianggap terlalu membingungkan.
Meskipun demikian, desakan agar pemerintah memperketat pengendalian Covid19 terus disuarakan masyarakat. Opsi lockdown adalah salah satu usulan yang kerap terdengar di jejaring media sosial.
“Keluarga kena Covid-19. Kondisi drop. Tempat isolasi, Rumah Sakit semua penuh. Pandemi telah darurat, penularan begitu cepat tapi pemerintah tetap tidak berani ambil keputusan segera lockdown. Bahkan dalam kondisi paling mengkhawatirkan, pemerintah bahkan tak dapat diharapkan.” – @andripst 30 Juni 2021.
Sentimen dan Emosi PPKM Darurat
Berdasarkan analisa Evello, rencana PPKM Darurat pada dasarnya telah ditunggu publik. Pasalnya, nilai sentimen terhadap rencana ini mencapai skor 26 persen positif. Walaupun tidak bersentimen besar, tetapi emosi yang menyertai didominasi Joy dan disusul emosi Sadness.
Terhadap PPKM Darurat, emosi yang menyertai juga didominasi oleh Fear sebesar 15% setelah emosi Joy.
Dari analisa ini terlihat bahwa emosi yang dominan terhadap rencana pelaksanaan PPKM Darurat adalah Joy, Sadness dan Fear. Ketiga jenis emosi inilah yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah dalam berkomunikasi ke publik.
Deep Learning #Evello membaca sentimen dan emosi rencana presiden #Jokowi menetapkan PPKM Darurat. pic.twitter.com/exTUzzYqFn
— Dudy Rudianto (@DudyRudianto) July 1, 2021
PSBB vs PPKM
Tiktok saat ini menjelma menjadi salah satu media sosial terbesar digunakan oleh pengguna internet tanah air. Tak heran, jika analisa terhadap apa yang menjadi fokus perhatian pengguna Tiktok dianggap mencerminkan apa yang tengah terjadi di masyarakat. Selain dilakukan pada kanal media sosial lainnya tentunya.
Melalui fasilitas Evello Tiktok Fact Check dapat diketahui seberapa banyak video diproduksi. Melalui fasilitas ini pula dapat diketahui sebesar besar video-video tersebut telah ditonton.
Baca Juga: Milineal Indonesia Suka Janda?
Dari hasil penelusuran, terlihat bahwa istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) jauh lebih populer dimata pengguna tiktok dibandingkan istilah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Di Tiktok, video dengan tema PSBB telah diproduksi sebanyak 15.244 video. Sementara PPKM diproduksi sebanyak 5.741 video.
Melalui jumlah perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa video-video bertema PSBB 72% lebih banyak dibandingkan video bertemakan PPKM.
Lalu bagaimana dengan PPKM Darurat?. Walau terbilang istilah baru, Evello menilai jika istilah ini cukup populer. Mengapa? karena jumlah video yang tersebar di jejaring tiktok mencapai 1.127 video. Setara dengan 5% video berbanding PPKM dan PSBB.
PSBB tidak hanya unggul dalam jumlah video. Video-video bertema PSBB ditonton jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan PPKM apalagi PPKM Darurat. Berdasarkan penelusuran menggunakan Tiktok Fact Check, video bertema PSBB telah ditonton sebanyak 196 juta kali tayang.
Sementara video bertema PPKM ditonton sebanyak 54 juta kali tayang. Sebagai pendatang baru, PPKM Darurat hingga hari kedua pelaksanaannya (4 Juli 2021) telah ditonton sebanyak 9 juta kali.
Kesimpulan
- Berdasarkan data yang ada, PPKM Darurat memiliki respon cukup tinggi di jejaring Tiktok dengan jumlah video sebanyak 1.127 video dengan jumlah tayang mencapai 9,7 juta kali. Meskipun demikian, seluruh tema PPKM tidak terlalu populer jika dibandingkan dengan PSBB.
- Dengan demikian tingkat pengenalan masyarakat terhadap PSBB jauh lebih baik jika dibandingkan dengan PPKM dan PPKM Darurat.
- Dalam rangka mendukung pelaksanaan PPKM Darurat, terdapat tiga (3) jenis konten yang sebaiknya secara masif disebar ke masyarakat melalui media dan media sosial. Ketiga jenis konten harus dapat memenuhi unsur emosi Joy, Sadness dan Fear.